Rabu, 11 Februari 2009

Eropa Abad Modern (bag 2) REVOLUSI PRANCIS

Revolusi Perancis
(Periode 1789-1799)

1. Pendahuluan
Robohnya Ancien Regime dan pembentukan rezim politik dan sosial yang baru oleh kaum borjuis, sesuai dengan gagasan para Filsuf, disebut revolusi 1789 atau Revolusi Perancis.
Yang dimaksud Ancien Regime (“Rezim Lama”) adalah sistem politik, administrasi, ekonomi, sosial dan religius Perancis pada abad XVI, XVII dan XVIII. Sistem pemerintahannya yakni monarkhi absolut ketuhanan. Raja mendapatkan tahtanya hanya dari Tuhan dan hanya bertanggungjawab kepada Tuhan. Wewenangnya tidak dapat dikontrol atau dibatasi oleh siapapun. Oleh kaum borjuis, rezim lama yakni monarkhi absolut ingin diganti dengan monarkhi aristokratik agar mereka bisa berperan dalam keputusan-keputusan negara.
Tiga abad sebelum revolusi 1789, masyarakat Perancis dapat digolongkan menjadi 3 bagian; golongan agamawan, golongan bangsawan, dan golongan ketiga yang terdiri dari kaum borjuis, kaum pengrajin, dan kaum petani. Namun hal yang tidak bisa dipungkiri, pembagian tiga golongan itu tidak sama dengan kenyataan yang ada. Agamawan tinggi berasal dari Golongan Bangsawan dan agamawan rendah berasal dari golongan ketiga; bangsawan kecil di daerah-daerah seringkali lebih miskin dari pada orang-orang tertentu dari golongan ketiga. Dalam golongan ketiga itu sendiri, kaum borjuis termasuk kategori masyarakat yang kehidupannya paling enak.
Dilihat dari pembagian masyarakat, ketiganya masih mencerminkan sisa-sisa abad pertengahan Eropa. Hal ini diindikasikan dengan berkuasanya Kaum agamawan yang bekerjasama dengan kaum bangsawan dalam mengelola pemerintahan serta relasi-relasi sosial. berdiri Pada dasarnya, masyarakat Perancis memaknai revolusi 1789 adalah berkisar pada dua ide besar: kedaulatan rakyat dan persamaan hak.


2. Deskripsi
Pada tanggal 17 juni 1789, dengan anggapan bahwa golongan ketiga mewakili 96% dari populasi bangsa Perancis, maka golongan ketiga melakukan aksi mengancam akan membentuk dewan nasional (Assemblee Nationale) untuk membentuk sebuah Undang-Undang Dasar serta menghapuskan pemisahan tiga kelas tersebut. Pada akhirnya, dewan nasional juga sering disebut dewan konstituante.
Sebelumnya, pada tanggal 14 juli pemberontakan bertambah keras, didukung oleh sikap resimen pengawal Perancis (Gardes Francaises) yang memberontak. Rakyat termasuk sejumlah borjuis, menyerbu hotel Des Infalides untuk merebut senjata, kemudian berbondong-bondong menuju benteng Bastille untuk merampas senapan dan meriam. Akhirnya hotel dan benteng bisa dikuasai oleh golongan yang melakukan “revolusi” pada waktu itu.
Sementara, di sisi lain, perjuangan dewan nasional masih berlanjut. Pada 26 agustus 1789, dewan menetapkan Deklarasi Hak-hak Manusia (Declaration des Droits de l’Homme) dan menetapkan garis-garis besar rencana Undang-undang Dasar yang hanya memberikan kekuasaan terbatas kepada raja. Dua keputusan itu seraya meneguhkan dua tujuan awal atas dilangsungkannya revolusi ini yakni kedaulatan rakyat dan persamaan hak. Persamaan hak diwujudkan dengan pengakuan Hak-hak Manusia yang sama antara golongan satu dengan golongan yang lain, sehingga pemilahan golongan-golongan berdasar kedudukan ekonomi dan status sosial menemui ketidaksesuaiannya.

Filsuf Condorcet (1743-1794) mendefinisikan hak-hak manusia, sebagai:
• Keamanan individu, jaminan tidak akan terganggu oleh kekerasan apa pun, jaminan bisa menggunakan kemampuannya dengan bebas dan mandiri untuk tujuan apa pun asal tidak bertentangan dengan hak-hak orang lain;
• Keamanan untuk memakai miliknya dengan bebas;
• Hak dikenakan hanya oleh undang-undang umum yang dikenakan pada semua warga negara dan penerapan undang-undang dipercayakan kepada orang yang tidak memihak;
• Hak untuk ikut, baik secara langsung maupun lewat wakilnya, menyusun undang-undang dan segala pernyataan yang dibuat atas nama masyarakat.
Sementara kedaulatan rakyat diwujudkan dengan Undang-undang Dasar sebagai konstitusi negara yang mengatur atau membatasi kekuasaan raja. Raja tidak lagi memiliki kekuasaan absolut, karena rakyat memegang fungsi kontrol dan kekuasaannya melalui dewan nasional. Dalam hal pembatasan kekuasaan raja, ada satu tokoh terkenal yang gagasannya mengilhami masa Revolusi Perancis, dialah Jean-Jacques Rousseau. Alasan utama revolusi 1879 adalah kesalahan-kesalahan rezim politik dan ketidakadilan sosial ditambah dengan adanya krisis keuangan yang sangat parah. Tetapi krisis itu menjadi lebih parah dan meluas karena gagasan dan suasana revolusioner yagn ditimbulkan oleh karya para filsuf serta karena oposisi parlement-parlement.
Gagasan sebentuk negara Republik a la Rousseau bagi sebagian besar masyarakat Perancis adalah tidak mungkin diterapkan di Perancis pada fase-fase awal revolusi 1789. Karena rakyat kecil masih perlu untuk mendapat pendidikan sehingga akan tidak tidak seimbang seandainya rakyat kecil masuk dalam pergulatan politik. Walaupun demikian, semua orang Perancis waktu itu terbawa oleh gelombang optimisme yang besar. Mereka yakin bahwa jaman ketidaktahuan, syakwasangka dan kelaliman sudah lampau. Akhirnya manusia akan hidup dan dibebaskan dari segala beban. Masyarakat Perancis kemudian aktif belajar berpolitik lewat lembaga politik, membentuk kelompok pembaca, jurnalisme dan wahana-wahana yang sekira menambah pengetahuan atas dunia dan hak-hak kebebasan manusia.

3. Ide Masa Depan
Apa yang terjadi di Perancis pada sepuluh tahun di akhir abad 18 (1789-1799) membawa implikasi atas bidang-bidang kehidupan di Perancis secara khusus, dan dataran Eropa secara umum, dan mungkin dunia. Revolusi Perancis meneguhkan takluknya kekuasaan raja atas kuasa rakyat, walau dalam hal ini rakyat direalisasikan oleh para kaum borjuis Perancis. Revolusi ini mau tidak mau telah membawa ancaman bagi model kekuasaan apapun terutama model-model monarkhi absolut di Eropa. Di samping itu, angin segar juga dirasakan oleh para intelektual liberal, karena cita-cita kebebasan dan keadilan telah dilakukan, paling tidak melalui revolusi ini. Demikian, misalnya pendirian patung liberti di amerika utara membawa bukti tersendiri bahwa penyebaran prinsip-prinsip kebebasan telah melampaui negeri Perancis serta benua Eropa secara umum. Dalam bidang politik, ide-ide kebebasan (liberty), kesetaraan (egality), dan persaudaraan (Fraternity) masih dirasakan hingga kini sebagai nilai-nilai universal humanistik yang melulu terus diperjuangkan keberwujudannya.
Dalam urusan ekonomi, secara umum petani mendapati nasib yang lebih baik─ petani dalam konteks ini adalah petani yang memiliki tanah relatif luas─ karena hanya petani-petani pemilik tanah yang menikmati penghapusan hak-hak feodal dan pajak dime, demikian juga kebebasan mengolah dan menjual sendiri hasil tanahnya (paling tidak pada saat itu tidak ada penyitaan maupun penetapan harga maksimum). Hal yang kiranya ironis adalah apa yang dialami petani kecil. Tak sebanding dengan petani kaya, petani kecil menikmati sedikit hasil dari Revolusi Perancis─ padahal mereka mengirim jumlah terbesar dalam perekrutan massal tahun 1793. Hal ini terlihat misalnya dalam jumlah kecil undang-undang yang ditetapkan demi kepentingan mereka. Namun, walau bagaimanapun, ide ekonomi yang masih terbawa hingga zaman kini adalah semangat penghapusan sistem-sistem feodal dalam masyarakat serta semangat-semangat libaralisme dalam urusan ekonomi.
Dalam bidang sosial, kiranya Revolusi Perancis menyumbangkan wacana-wacana peninggalan Ancien Regime tradisional menuju pendirian rezim baru yang berdasarkan akal budi. Itulah sebabnya revolusi dapat dianggap sebagai buah dari abad 18, yang disebut abad pencerahan.

4. Penutup
Lompatan menarik telah dilakukan di Perancis. Ide-ide libaralisme yang identik dengan kebebasan dan penghargaan atas individu-individu warga negara coba dikukuhkan. Demikian halnya, revolusi ini membias ke bidang-bidang politik, ekonomi, dan sosial. Hancurnya monarkhi absolut raja Perancis dan tumbuhnya kekuatan baru yakni dari perwakilan rakyat sedang berperan dalam usaha-usaha yang dilakukan negara. Ide-ide yang melingkupi segala fenomena sejarah seputar Revolusi Perancis membawa implikasi di masa-masa sesudahnya, pun hingga sekarang, di berbagai tempat di dunia, tidak hanya di Perancis ataupun di darat Eropa saja. Dengan demikian di dalam karya Revolusi Perancis kita tidak boleh hanya melihat hal-hal yang telah dilaksanakan. Gagasan-gagasan untuk masa depan sama pentingnya karena gagasan-gagasan itu juga terlaksana pada saat berikutnya.

Daftar Pustaka

A. Malet dan J. Isaac. 1989. Revolusi Perancis, 1789-1799. Jakarta: PT. Gramedia bekerjasama dengan Centre Cultural Francais.

Tidak ada komentar: